Monday, October 5, 2015

Dari Nonton Bisokop Sampai Hantu Santiong (Cimahi di Masa Lalu #2)

Oleh: Mas Wid

Sejak dulu Alun-alun Cimahi sudah jadi pusat keramaian. Masjid Agung belum ada. Di tempat ini dulu sebagai terminal oplet jurusan Bandung. Rutenya hanya pulang pergi: Alun-alun Bandung - Alun-alun Cimahi. Sedangkan jalan-jalan lain di Cimahi belum ada yang dilewati mobil angkutan umum kecuali delman. Oplet sesungguhnya adalah mobil sedan buatan Eropa, tapi karoserinya di vermaak habis sehingga bisa muat banyak penumpang. Sebagian karoserinya terbuat dari plat besi, tapi banyak pula yang dibikin dari kayu.

Disekitar Alun-alun Cimahi ada tiga bioskop sebagai tempat hiburan paling top ketika itu, yaitu bioskop Harapan (sekarang toserba Ramayana), Rio Theater dan bioskop Nusantara atau biasa disebut misbar (gerimis bubar) di jalan Babakan. Diantara ketiganya, bioskop misbar Nusantara-lah yang paling murah ongkos karcisnya, sekaligus banyak meninggalkan kesan bagiku. Ketika itu hiburan yang paling keren adalah nonton film di bioskop. Aku lahir di tengah-tengah keluarga yang pas-pasan sehingga sangat susah bagiku untuk membeli karcis. Kalau sudah kepingin betul nonton film, maka sejak jam empat sore aku sudah menyelinap dan bersembunyi di dalam bioskop bersama teman. Begitu penonton yang resmi sudah masuk jam 7 malam, maka kami pun baru keluar dari persembunyian dan menggabungkan diri bersama penonton yang lain.

Bila malam minggu tiba, akang-akang dan euceu-euceu yang masih lajang akan pergi ke bioskop secara berombongan. Kang Atang, kang Dudu, Kang Nana pergi berombongan dengan ceu Kokom, ceu Yati dan ceu isah sedangkan yang sudah punya pacar memilih pergi berduaan. Pakaiannya tentu saja celana cutbray yang bagian bawahnya lebar menyapu jalan. Yang uangnya berlebih memilih Rio Theatre, sementara buat yang uangnya pas-pasan, nonton film di bioskop misbar sajalah sudah cukup. Seingatku saat itu harga karcisnya Rp. 250,- untuk tiga film.

Jika film sudah mulai diputar, keadaan di dalam bioskop misbar menjadi riuh rendah oleh teriakan dan suara 'suit-suit'. Demikian pula kalau ada adegan ciuman atau kalau jagoannya menang berkelahi. Para penontonnya duduk di atas bangku tembok memanjang dan sebagian lain memilih tempat di sudut-sudut yang gelap, kadang berbau pesing. Film yang paling digemari apalagi kalau bukan film India. Raj Khapoor, Amitabh Bachan dan Hema Malini adalah bintang-bintang yang kesohor waktu itu.

Bioskop 'Misbar' juga merupakan tempat mangkal para 'kupu-kupu malam' kelas murahan beroperasi mencari mangsa lelaki hidung belang. Dengan suaranya yang dibikin manja, mereka menyapa, “Hayu atuh Kang kita maen, barang sekocok dua kocok”. Apabila si akang setuju maka mereka berdua segera menyelinap ke dalam gelap. Waktu itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti, sehingga peristiwa mesum itu tidak meninggalkan kesan apapun.

Apabila hujan turun para penonton berlarian ke pinggir tembok mencari tempat berteduh, dan ketika hujan sudah reda mereka kembali menyebar ke tengah. Aku sangat senang kalau cuaca sedang terang. Sambil mendongakkan kepala di dalam bioskop misbar, aku memandang bintang-bintang bertaburan di langit. Besoknya sudah pasti akupun akan jadi bintang di sekolah, bercerita tentang film yang aku tonton. Teman-teman yang lain seperti bergantung pada bibirku mendengar aku bercerita.

Menurut sebagian orang, konon di dalam gedung bioskop misbar ada hantunya. Pernah ada cerita seorang pemuda berkenalan dengan gadis yang sangat cantik. Diceritakan, mereka kemudian jalan berduaan ke rumah si gadis tersebut dengan hati berbunga-bunga. Rumahnya kelihatan bagus sekali dan pemuda itu menginap semalam disana. Dan ketika terbangun pada esok paginya, ternyata pemuda itu didapati sedang tidur sambil memeluk sebatang pohon di tengah-tengah kuburan Santiong (kuburan Cina). Pemuda itupun kemudian lari terbirit-birit sambil terkencing-kencing. Benar tidaknya Wallahu’alam.

Lewat jauh malam pemutaran film selesai. Para akang dan euceu kembali pulang berombongan. Di sepanjang jalan mereka terus memperbincangkan cerita film yang barusan ditontonnya. Apabila ada yang salah mengerti tentang jalan cerita, maka yang lain mentertawainya beramai-ramai. Sesampai di rumah biasanya mereka duduk-duduk dulu di teras melanjutkan obrolan sambil mencari-cari barangkali ada tukang bajigur yang sedang kebetulan lewat. Jika sudah puas baru berangkat tidur.

Sekarang bioskop misbar Nusantara sudah lama tutup. Di depannya dibangun Masjid. Katanya untuk mencegah maksiat. Cuma bioskop Rio yang masih bertahan. Sekalipun bangunannya sudah lama tutup tetapi kenangannya masih tetap hidup dalam angan-anganku

Sumber: https://nokiding.wordpress.com/

2 comments: