Oleh: Eddi Koben*
Indonesia adalah negara dengan segudang peninggalan bersejarah.
Ikon-ikon sejarah yang berupa benda, bangunan, tempat, atau arsip dll.
banyak bertebaran di negeri ini. Hal ini tak lepas dari latar belakang
berdirinya republik ini dari yang tadinya terpecah-pecah dalam berbagai
kerajaan hingga menjadi negara kesatuan yang berdaulat. Kedatangan kaum
imperialis seperti Portugis, Belanda, atau Jepang turut memerkaya
perjalanan sejarah di Indonesia.
Di Jawa Barat banyak bertebaran bangunan peninggalan bersejarah
(heritage) yang kaya dengan berbagai petunjuk sejarah. Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi adalah
beberapa wilayah tempat berdirinya bangunan-bangunan bersejarah, baik
peninggalan pemerintah kolonial Belanda maupun jejak peninggalan
masyarakat Tionghoa di masa lalu.
Di Kota Cimahi dan Kota Bandung
misalnya, tersebar bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang
sebagian terselamatkan oleh pemerintah karena dijadikan kantor-kantor
pemerintahan atau pusat militer dan sebagian lagi terbengkalai, beralih
fungsi, bahkan lenyap tinggal menyisakan puing.
Persoalannya, sejauh mana masyarakat mengenal akan bangunan-bangunan
peninggalan bersejarah itu? Mungkin selama ini publik hanya mengenal
Gedung Sate dan kawasan jalan Braga sebagai ikon Kota Bandung. Itu pun
hanya terbatas mengenal fisik bangunannya saja. Perihal detil bangunan
seperti siapa arsitek yang merancangnya, siapa yang menjadi pemborongnya
(kontraktor), siapa pekerja/buruh bangunannya, siapa yang meresmikan
bangunan itu, banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya. Belum lagi
peristiwa-peristiwa bersejarah yang erat kaitannya dengan keberadaan
gedung-gedung bersejarah tersebut.
Apakah masyarakat juga mengenal bangunan-bangunan peninggalan lainnya
yang menyimpan banyak catatan sejarah tetapi luput dari publikasi?
Barangkali masyarakat banyak yang tidak mengetahui dan mengenal bangunan
rumah peninggalan keluarga Ursone dan Hotel Montagne di Lembang, atau
Hotel Berglust di Cimahi, juga sejumlah bangunan bersejarah lainnya yang
banyak bertebaran tak hanya di Kota Bandung atau Cimahi.
Kabupaten/Kota
lainnya pun pasti memiliki bangunan-bangunan bernilai sejarah yang jika
ditelusuri, banyak menyimpan manfaat bagi ilmu pengetahuan.
Informasi yang minim mengenai keberadaan bangunan-bangunan bersejarah
turut memberi andil ketidaktahuan masyarakat. Buku-buku yang mengulas
jejak keberadaan bangunan bersejarah pun masih sangat minim untuk
mengatakan tak ada sama sekali. Setakat ini, baru Sudarsono Katam atau
Haryoto Kunto yang konsen mengulas keberadaan bangunan-bangunan
bersejarah melalui buku-buku hasil karyanya. Tak heran jika masyarakat
tak begitu akrab akan keberadaan bangunan-bangunan peninggalan
bersejarah. Masyarakat akan jauh lebih buta akan sejarah jika tak ada
upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengenalkan sejarah.
Komunitas Sejarah
Di tengah isu minimnya pengetahuan masyarakat akan bangunan heritage,
dewasa ini banyak bermunculan komunitas-komunitas pencinta sejarah.
Komunitas-komunitas itu mulai giat mengkampanyekan penyelamatan
bangunan-bangunan heritage. Selain itu, kegiatan berupa edukasi terhadap
sesama anggota terkait kesejarahan kerap dilakukan. Sebut saja misalnya
komunitas Lembang Heritage, Tjimahi Heritage serta Gamboeng
Vooruit & Co yang konsen terhadap kegiatan-kegiatan jelajah
bangunan-bangunan heritage di sekitar Bandung, Cimahi, Kabupaten
Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.
Komunitas-komunitas pecinta sejarah tersebut seringkali mengadakan
jelajah (trail) mengunjungi gedung-gedung yang dianggap bernialai
sejarah. Dengan berbekal informasi dari buku atau sumber lainnya, mereka
menjelajahi tempat-tempat yang banyak ditemui gedung-gedung tua
peninggalan masa lalu.
Dalam kegiatannya, mereka saling bertukar
informasi dengan sesama anggota. Hasil jelajah tersebut biasanya mereka
tulis laporannya di blog masing-masing atau dibagi melalui akun media
sosial. Tujuannya adalah agar masyarakat luas dapat mengetahui
tempat-tempat yang banyak mengandung peninggalan bersejarah.
Ketiga komunitas tersebut selalu secara bersama-sama mengadakan jelajah.
Misalnya, Tjimahi Heritage mengadakan jelajah ke sejumlah tempat
bersejarah di kawasan Cimahi seperti Gedung The Historic, Stasiun Kereta
Api Cimahi, atau Hotel Berglust. Pesertanya tak hanya anggota Tjimahi
Heritage, tetapi juga anggota Lembang Heritage dan Gamboeng
Vooruit & Co. Begitu pun ketika Lembang Heritage mengadakan jelajah ke
makam Junghuhn dan Klinik Malaria di Lembang, anggota Tjimahi Heritage
dan Gamboeng Vooruit & Co ikut serta. Selain itu, komunitas lain yang
tak ada kaitannya dengan sejarah juga masyarakat umum seringkali ikut
serta.
Keberadaan komunitas-komunitas sejarah tersebut sedikit banyak
memberikan peran kepada masyarakat dalam upaya memperkenalkan masyarakat
pada gedung-gedung peninggalan sejarah. Selain itu, semangat untuk
terus memelihara dan melestarikan keberadaan gedung-gedung itu terus
tertanam. Namun, seringkali mereka mendapati kekecewaan manakala
meliihat bangunan bersejarah yang kondisinya sudah rusak atau tidak
terawat. Terlebih lagi ketika melihat gedung bersejarah yang sudah
beralih fungsi menjadi pusat niaga.
Revitalisasi Heritage
Banyaknya gedung-gedung tua peninggalan masa kolonial yang kondisinya
tidak terawat atau beralih fungsi mengundang keprihatinan di kalangan
anggota komunitas. Mereka berharap ada sebuah upaya atau gerakan dari
pihak-pihak terkait untuk menyelamatkan aset sejarah tersebut.
Dalam hal
ini perlu adanya sinergi antara pihak pemilik gedung dengan pemerintah
daerah setempat untuk mencari solusi penyelamatan gedung-gedung
bersejarah itu.
Pemerintah daerah perlu membuat semacam aturan berupa perda terkait
upaya merevitalisasi bangunan-bangunan yang masuk katagori heritage.
Jangan sampai pemilik terakhir sebuah bangunan bersejarah menelantarkan
keberadaan bangunan tersebut atau mengubah bentuk dan
mengalihfungsikannya untuk kegiatan ekonomi. Kita tengok misalnya gedung
bioskop Rio di kawasan alun-alun Cimahi yang kini telah beralih fungsi
menjadi pusat perniagaan.
Karena tak ada payung hukum yang tegas terkait
pengaturan keberadaan bangunan, maka pemilik bioskop tersebut dengan
bebas mengalihfungsikannya menjadi pusat niaga. Kasus semacam ini banyak
menimpa gedung-gedung heritage lainnya di wilayah-wilayah lain. Ini
tentu saja sangat disayangkan.
Jika suatu bangunan heritage tampak terbengkalai karena tidak terawat,
sebaiknya pemerintah daerah mengambil alih gedung tersebut untuk
dipulihkan kondisinya. Ini penting agar aset-aset bersejarah tersebut
dapat dinikmati oleh generasi-generasi selanjutnya secara berkelanjutan.
Jangan sampai generasi selanjutnya buta akan sejarah perjalanan
negerinya. Ingat perkataan Bung Karno, “Jangan sekali-kali melupakan
sejarah!” karena suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarah negerinya sendiri. Selamatkan bangunan bersejarah!
***
Cimahi, 15 Juni 2016
*Eddi Koben, pengelola warung nasi dan anggota komunitas Tjimahi
Heritage.