Friday, July 29, 2016

Ereveld Leuwigajah Menyimpan Petaka Perang


Berlatarbelakang bukit Pasir Gajahlangu dan Pasir Menteng, ada sebuah lahan yang berada di jalan Kerkhof, Leuwigajah, Cimahi Selatan. Meskipun berada dipinggir jalan Cibeber dengan lalulintas yang cukup ramai, lahan itu cukup tersembunyi terhalangi areal pemakaman umum Kristen dan makam Tionghoa. Di jalan Kerkhof itu ternyata masih terdapat sebuah pemakaman yang jauh dari kesan angker dan menyeramkan. Pada masa pendudukan Jepang, wilayah ini merupakan tanah kosong yang digunakan sebagai tempat mengubur tawanan yang meninggal akibat penyakit atau dibunuh Jepang. Pada kelanjutannya dilahan inilah kemudian tumbuh menjadi pemakaman seperti sekarang. Sesuai dengan namanya saja, Kerkhof dalam bahasa Belanda yang berarti ‘Kuburan’.


Areal makam itu batasi oleh pintu gerbang dengan tulisan EREVELD LEUWIGAJAH berwarna emas terpatri dengan kokoh. Gerbang itu selalu terkunci dan tidak membolehkan siapapun masuk ke dalam, kecuali pihak keluarga atau ada izin kunjungan khusus. Bersama komunitas Tjimahi Heritage (Minggu, 15/05/2016), saya berkesempatan mengunjungi lokasi langka ini. Sebelumnya Tjimahi Heritage memang sudah mengantongi izin khusus untuk mengunjungi Ereveld Leuwigajah. Disadari bahwa jelajah kali ini merupakan kunjungan langka, tak heran jika peserta jelajah Ereveld ini cukup banyak. Kedatangan kami pun disambut langsung oleh Bpk. Franky Tuhumury, sebagai kepala pengelola Ereveld Leuwigajah dengan sepenuh hangat dan ramah. Dari beliau inilah saya menimba pengetahuan dan informasi tentang Ereveld Leuwigajah.

Pemakaman umum didepan Ereveld Leuwigajah
***
Hamparan rumput hijau segar itu membentang sejauh mata memandang. Dua buah gazebo berada di samping kanan kiri pintu masuk, lengkap dengan meja kursi dan sebuah rak kecil yang berisi buku tamu kunjungan. Aneka macam bunga tumbuh ditanam dalam pot-pot besar yang indah. Tanaman semak dan tumbuhan merambat dijadikan pagar alami dengan perawatan yang telaten. Sangat kontras dengan suasana pemandangan lahan pekuburan didepannya. Satu-satunya penanda yang menandakan bahwa areal ‘taman’ ini merupakan kompleks pemakaman adalah barisan nisan berwarna putih bersih berbaris rapi dan tertata dengan sempurna. 


Jika diperhatikan dari sudut manapun, nisan-nisan yang berjejer itu akan tampak membentuk garis lurus yang simetris. Nisan-nisan itu berbentuk simbol-simbol agama sesuai dengan keyakinan jenazah yang ditanam dibawahnya. Simbol salib bagi yang beragama Kristen, simbol bintang David bagi orang Yahudi dan nisan biasa yang umumnya bagi pemeluk agama Islam. Selain dari simbol-simbol itu, identitas jenazah juga bisa dikenali dari nama-namanya, ada juga nisan yang cukup bertuliskan “Onbeken” yang berarti “Tak dikenali”.

  
Dibalik Lipatan Sejarah Taman Kehormatan

Ada sekitar 7 buah Ereveld yang tersebar di pulau Jawa, diantaranya Ereveld Menteng Pulo dan Ereveld Ancol di Jakarta, Ereveld Kalibanteng dan Ereveld Candi di Semarang, Ereveld Kembang Kuning di Surabaya, Ereveld Pandu di Bandung dan Ereveld Leuwigajah di Cimahi. Sepenuturan Bpk. Franky Tuhumury, Ereveld Leuwigajah seluas 3 hektare ini berisi sekitar 5.200 jenazah dengan jumlah nisan sebanyak 5000 buah.  Dan jumlah jenazah yang berada di Ereveld Leuwigajah ini adalah jumlah paling luas dan banyak diantara Ereveld-ereveld yang lainnya. 

Dengan pendataan yang ketat dan akurasi registrasi, yayasan Oorlogsgravestichting mencatat semua identitas jenazah yang terdaftar. Sebelumnya ada sekitar 25.000 jenazah yang tersebar dalam 22 Ereveld di seluruh Indonesia. Atas permohonan pemerintah Indonesia, pada tahun 1960an diadakanlah pembongkaran dan pemakaman jenazah kembali yang sudah berupa tulang-belulang itu yang berasal dari pemakaman yang tersebar di Sumatera, Bengkulu, Jambi, Kalimantan, Muntok (1960), Padang (1962), Tarakan (1964), Medan (1966), Palembang (1967) dan Balikpapan (1967) untuk kemudian dimakamkan hanya di dalam 7 Ereveld.

 
Kompleks pemakaman Ereveld Leuwigajah di Cimahi ini didirikan pada 20 Desember 1949 yang dikelola oleh yayasan Oorlogsgravenstichting yang berkantor pusat di Den Haag, Belanda. Yang menjadikannya unik, meskipun berada dilahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ereveld Leuwigajah ini berada dalam teritorial Kerajaan Belanda. Jadi tidak heran jika segala keterangan yang tertulis di kompleks Ereveld ini menggunakan bahasa Belanda. Bahkan dalam momen-momen peringatan tertentu, berkibarlah sang triwarna Rood Wit Blau, bendera Belanda di langit Cimahi Selatan pada sebuah tiang megah yang berada diujung makam.

Diatas sebuah tombe ada bertuliskan kalimat dalam bahasa Belanda, berbunyi: “Ter Eerbiedige Nagedachtenis Aan de Vele Ongenoemden die Hun Leven Offerden en Niet Rusten op de Erevelden”. Pada sisi tombe itu terdapat juga terjemahnnya dalam bahasa Indonesia: ”Untuk mengenang dengan hormat mereka yang tak disebut tetapi telah mengorbankan dirinya dan tidak beristirahat di taman-taman kehormatan”. Disamping tombe itu masih juga terdapat tulisan yang menjadi motto Dinas Pemakaman Tentara, “Hun Geest Heeft Overwonnen” yang artinya, “Jiwa mereka telah menang” dan sebuah motto yayasan Oorlogsgravestichting yang berbunyi, “Opdat Zij Met Eere Mogen Rusten” yang berarti, “Semoga mereka dapat beristirahat dengan tenang”. 

  
Monumen Tragedi Junyo Maru

Monumen Junyo Maru
Ereveld Leuwigajah ini difungsikan sebagai kuburan massal tempat dimakamkannya para serdadu militer KNIL yang wafat sebagai korban Perang Dunia II pada jaman Jepang, warga sipil yang gugur saat perang di Hindia Belanda juga tempat dikuburkannya para korban tragedi “Junyo Maru”, yaitu sebuah tragedi kelautan paling brutal selama berlangsungnya Perang Dunia II. Sejarah itu mencatat, kapal Jepang bernama Junyo Maru sedang membawa tentara Belanda, Australia, Amerika Serikat dan Inggris, serta warga Indonesia dalam perjalanan dari Tanjung Priuk menuju Padang. Namun naas, kapal Junyo Maru yang membawa sekitar 6.500 tawanan perang itu diledakkan oleh torpedo kapal selam Inggris, H.M.S Tradewind diperairan Bengkulu pada 18 September 1944. 

Dari ribuan penumpang kapal yang tewas, hanya tersisa sekitar 800 tawanan saja yang  ‘selamat’. Para korban yang ‘selamat’ itu kemudian dibawa ke Padang untuk kemudian dipekerjakan sebagai romusha dalam pembangunan jalur kereta api Pekan Baru - Muaro Sijunjung sepanjang 220 kilometer. Itu sebabnya di ujung sebelah selatan dekat sebuah taman dan tiang bendera, dibawah rindangnya pepohonan ada terdapat sebuah monumen batu peringatan korban tragedi Junyo Maru: “Herdenking Slachtoffers Zeetransporten 1942 – 1945 Stichting Junyo Maru”. Selain tentara KNIL yang dimakamkan di Ereveld Leuwigajah, nyaris tak ada nisan nama dari tokoh-tokoh populer yang bisa dikenali, kecuali Ir. Thomas Karsten, artsitek asal Jerman yang ikut ditawan Jepang. Thomas Karsten pernah merancang Kota Lama Semarang dan menjadi arsitek gedung Lawang Sewu di semarang, selain juga sebagai pengajar di THS Bandung.

Informasi Umum:

 Inilah salah satu cagar sejarah disudut kota Cimahi yang ‘tersembunyi’. Mengunjungi Ereveld Leuwigajah tentu merupakan pengalaman yang sangat mengesankan, jika tidak dikatakan sebagai momen langka yang tidak siapapun punya kesempatan bisa masuk ke dalam kompleks pemakaman yang indah, asri, bersih, nyaman dan bersejarah ini. Jika tidak bersama komunitas sejarah, siapapun tentu diperkenankan untuk berziarah atau sekedar ingin berkunjung. Namun tentu saja diperlukan izin khusus agar bisa masuk ke dalam kompleks Ereveld. Untuk itu, ada baiknya jika memperoleh izin terlebih dahulu dengan menghubungi Yayasan Oorlogsgrave-stichting yang beralamat di Jl. Panglima Polim Raya No. 23 Kebayoran Baru, Jakarta 12160. Tel: 006221 – 7207983; Fax: 006221 – 7252986 atau Makam Kehormatan Leuwigajah Jln. Cibogo No.16 Cimahi 40532.


 
Ereveld Leuwigajah: Lain dulu lain sekarang

Jelajah makam

Komunitas Tjimahi Heritage

Bengkel pembuatan nisan




 
Bpk. Franky Tuhumury


Rak Informasi







No comments:

Post a Comment