Berlatarbelakang bukit Pasir Gajahlangu dan Pasir Menteng, ada sebuah lahan yang berada di jalan Kerkhof, Leuwigajah, Cimahi Selatan. Meskipun berada dipinggir jalan Cibeber dengan lalulintas yang cukup ramai, lahan itu cukup tersembunyi terhalangi areal pemakaman umum Kristen dan makam Tionghoa. Di jalan Kerkhof itu ternyata masih terdapat sebuah pemakaman yang jauh dari kesan angker dan menyeramkan. Pada masa pendudukan Jepang, wilayah ini merupakan tanah kosong yang digunakan sebagai tempat mengubur tawanan yang meninggal akibat penyakit atau dibunuh Jepang. Pada kelanjutannya dilahan inilah kemudian tumbuh menjadi pemakaman seperti sekarang. Sesuai dengan namanya saja, Kerkhof dalam bahasa Belanda yang berarti ‘Kuburan’.
Areal
makam itu batasi oleh pintu gerbang dengan tulisan EREVELD LEUWIGAJAH berwarna
emas terpatri dengan kokoh. Gerbang itu selalu terkunci dan tidak membolehkan
siapapun masuk ke dalam, kecuali pihak keluarga atau ada izin kunjungan khusus.
Bersama komunitas Tjimahi Heritage (Minggu, 15/05/2016), saya berkesempatan mengunjungi
lokasi langka ini. Sebelumnya Tjimahi Heritage memang sudah mengantongi izin
khusus untuk mengunjungi Ereveld Leuwigajah. Disadari bahwa jelajah kali ini
merupakan kunjungan langka, tak heran jika peserta jelajah Ereveld ini cukup
banyak. Kedatangan kami pun disambut langsung oleh Bpk. Franky Tuhumury,
sebagai kepala pengelola Ereveld Leuwigajah dengan sepenuh hangat dan ramah.
Dari beliau inilah saya menimba pengetahuan dan informasi tentang Ereveld
Leuwigajah.
Pemakaman umum didepan Ereveld Leuwigajah |
***
Hamparan
rumput hijau segar itu membentang sejauh mata memandang. Dua buah gazebo berada
di samping kanan kiri pintu masuk, lengkap dengan meja kursi dan sebuah rak
kecil yang berisi buku tamu kunjungan. Aneka macam bunga tumbuh ditanam dalam
pot-pot besar yang indah. Tanaman semak dan tumbuhan merambat dijadikan pagar
alami dengan perawatan yang telaten. Sangat kontras dengan suasana pemandangan lahan
pekuburan didepannya. Satu-satunya penanda yang menandakan bahwa areal ‘taman’
ini merupakan kompleks pemakaman adalah barisan nisan berwarna putih bersih
berbaris rapi dan tertata dengan sempurna.
Jika
diperhatikan dari sudut manapun, nisan-nisan yang berjejer itu akan tampak
membentuk garis lurus yang simetris. Nisan-nisan itu berbentuk simbol-simbol
agama sesuai dengan keyakinan jenazah yang ditanam dibawahnya. Simbol salib
bagi yang beragama Kristen, simbol bintang David bagi orang Yahudi dan nisan
biasa yang umumnya bagi pemeluk agama Islam. Selain dari simbol-simbol itu,
identitas jenazah juga bisa dikenali dari nama-namanya, ada juga nisan yang
cukup bertuliskan “Onbeken” yang berarti “Tak dikenali”.
Dibalik Lipatan
Sejarah Taman Kehormatan
Ada
sekitar 7 buah Ereveld yang tersebar di pulau Jawa, diantaranya Ereveld Menteng
Pulo dan Ereveld Ancol di Jakarta, Ereveld Kalibanteng dan Ereveld Candi di
Semarang, Ereveld Kembang Kuning di Surabaya, Ereveld Pandu di Bandung dan Ereveld
Leuwigajah di Cimahi.
Sepenuturan Bpk. Franky Tuhumury, Ereveld Leuwigajah seluas 3 hektare ini
berisi sekitar 5.200 jenazah dengan jumlah nisan sebanyak 5000 buah. Dan jumlah jenazah yang berada di Ereveld
Leuwigajah ini adalah jumlah paling luas dan banyak diantara Ereveld-ereveld
yang lainnya.
Dengan
pendataan yang ketat dan akurasi registrasi, yayasan Oorlogsgravestichting mencatat semua identitas jenazah yang
terdaftar. Sebelumnya ada sekitar 25.000 jenazah yang tersebar dalam 22 Ereveld
di seluruh Indonesia. Atas permohonan pemerintah Indonesia, pada tahun
1960an diadakanlah pembongkaran dan pemakaman jenazah kembali yang sudah berupa
tulang-belulang itu
yang berasal dari pemakaman yang tersebar di Sumatera, Bengkulu,
Jambi, Kalimantan, Muntok (1960), Padang (1962), Tarakan (1964), Medan (1966),
Palembang (1967) dan Balikpapan (1967) untuk kemudian dimakamkan hanya di dalam
7 Ereveld.
Kompleks
pemakaman Ereveld Leuwigajah di Cimahi ini didirikan pada
20 Desember 1949 yang dikelola
oleh yayasan Oorlogsgravenstichting
yang berkantor
pusat di Den Haag, Belanda. Yang menjadikannya unik, meskipun berada dilahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ereveld Leuwigajah ini berada dalam
teritorial Kerajaan Belanda. Jadi tidak heran jika segala keterangan yang
tertulis di kompleks Ereveld ini menggunakan bahasa Belanda. Bahkan dalam
momen-momen peringatan tertentu, berkibarlah sang triwarna Rood Wit Blau, bendera Belanda di langit Cimahi Selatan pada sebuah
tiang megah yang berada diujung makam.
Diatas sebuah
tombe ada bertuliskan kalimat dalam bahasa Belanda, berbunyi: “Ter
Eerbiedige Nagedachtenis Aan de Vele Ongenoemden die Hun Leven Offerden en Niet
Rusten op de Erevelden”. Pada sisi tombe itu terdapat juga terjemahnnya
dalam bahasa Indonesia: ”Untuk mengenang dengan hormat mereka yang tak
disebut tetapi telah mengorbankan dirinya dan tidak beristirahat di taman-taman
kehormatan”. Disamping tombe itu
masih juga terdapat tulisan yang menjadi motto Dinas Pemakaman Tentara, “Hun
Geest Heeft Overwonnen” yang artinya, “Jiwa mereka telah menang” dan
sebuah motto yayasan Oorlogsgravestichting yang berbunyi, “Opdat Zij
Met Eere Mogen Rusten” yang berarti, “Semoga mereka dapat beristirahat
dengan tenang”.
Monumen Tragedi
Junyo Maru
Monumen Junyo Maru |
Ereveld
Leuwigajah ini difungsikan sebagai kuburan massal tempat dimakamkannya para
serdadu militer KNIL yang wafat sebagai korban Perang Dunia II pada jaman
Jepang, warga sipil yang gugur saat perang di Hindia Belanda juga tempat
dikuburkannya para korban tragedi “Junyo Maru”, yaitu sebuah tragedi kelautan
paling brutal selama berlangsungnya Perang Dunia II. Sejarah itu mencatat,
kapal Jepang bernama Junyo Maru sedang
membawa tentara Belanda, Australia, Amerika Serikat dan Inggris, serta warga
Indonesia dalam perjalanan dari Tanjung Priuk menuju Padang. Namun naas, kapal Junyo Maru yang membawa sekitar 6.500
tawanan perang itu diledakkan oleh torpedo kapal selam Inggris, H.M.S Tradewind
diperairan Bengkulu pada 18 September 1944.
Dari
ribuan penumpang kapal yang tewas, hanya tersisa sekitar 800 tawanan saja yang ‘selamat’. Para korban yang ‘selamat’ itu
kemudian dibawa ke Padang untuk kemudian dipekerjakan sebagai romusha dalam
pembangunan jalur kereta api Pekan Baru - Muaro Sijunjung sepanjang 220
kilometer. Itu sebabnya di ujung sebelah selatan dekat sebuah taman dan tiang
bendera, dibawah rindangnya pepohonan ada terdapat sebuah monumen batu peringatan
korban tragedi Junyo Maru: “Herdenking
Slachtoffers Zeetransporten 1942 – 1945 Stichting Junyo Maru”. Selain tentara
KNIL yang dimakamkan di Ereveld Leuwigajah, nyaris tak ada nisan nama dari
tokoh-tokoh populer yang bisa dikenali, kecuali Ir. Thomas Karsten, artsitek
asal Jerman yang ikut ditawan Jepang. Thomas Karsten pernah merancang Kota Lama
Semarang dan menjadi arsitek gedung Lawang Sewu di semarang, selain juga
sebagai pengajar di THS Bandung.
Informasi Umum:
Inilah
salah satu cagar sejarah disudut kota Cimahi yang ‘tersembunyi’. Mengunjungi
Ereveld Leuwigajah tentu merupakan pengalaman yang sangat mengesankan, jika
tidak dikatakan sebagai momen langka yang tidak siapapun punya kesempatan bisa
masuk ke dalam kompleks pemakaman yang indah, asri, bersih, nyaman dan
bersejarah ini. Jika tidak bersama komunitas sejarah, siapapun tentu
diperkenankan untuk berziarah atau sekedar ingin berkunjung. Namun tentu saja
diperlukan izin khusus agar bisa masuk ke dalam kompleks Ereveld. Untuk itu,
ada baiknya jika memperoleh izin terlebih dahulu dengan menghubungi Yayasan Oorlogsgrave-stichting yang beralamat di
Jl. Panglima Polim Raya No. 23 Kebayoran Baru, Jakarta 12160. Tel: 006221 –
7207983; Fax: 006221 – 7252986 atau Makam Kehormatan Leuwigajah Jln. Cibogo
No.16 Cimahi 40532.
Jelajah makam |
Bengkel pembuatan nisan |
Rak Informasi |
No comments:
Post a Comment