Wednesday, July 27, 2016

Masyarakat dan Revitalisasi Heritage

Oleh: Eddi Koben*
 
Indonesia adalah negara dengan segudang peninggalan bersejarah. Ikon-ikon sejarah yang berupa benda, bangunan, tempat, atau arsip dll. banyak bertebaran di negeri ini. Hal ini tak lepas dari latar belakang berdirinya republik ini dari yang tadinya terpecah-pecah dalam berbagai kerajaan hingga menjadi negara kesatuan yang berdaulat. Kedatangan kaum imperialis seperti Portugis, Belanda, atau Jepang turut memerkaya perjalanan sejarah di Indonesia. Di Jawa Barat banyak bertebaran bangunan peninggalan bersejarah (heritage) yang kaya dengan berbagai petunjuk sejarah. Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi adalah beberapa wilayah tempat berdirinya bangunan-bangunan bersejarah, baik peninggalan pemerintah kolonial Belanda maupun jejak peninggalan masyarakat Tionghoa di masa lalu.

Di Kota Cimahi dan Kota Bandung misalnya, tersebar bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang sebagian terselamatkan oleh pemerintah karena dijadikan kantor-kantor pemerintahan atau pusat militer dan sebagian lagi terbengkalai, beralih fungsi, bahkan lenyap tinggal menyisakan puing. Persoalannya, sejauh mana masyarakat mengenal akan bangunan-bangunan peninggalan bersejarah itu? Mungkin selama ini publik hanya mengenal Gedung Sate dan kawasan jalan Braga sebagai ikon Kota Bandung. Itu pun hanya terbatas mengenal fisik bangunannya saja. Perihal detil bangunan seperti siapa arsitek yang merancangnya, siapa yang menjadi pemborongnya (kontraktor), siapa pekerja/buruh bangunannya, siapa yang meresmikan bangunan itu, banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya. Belum lagi peristiwa-peristiwa bersejarah yang erat kaitannya dengan keberadaan gedung-gedung bersejarah tersebut. Apakah masyarakat juga mengenal bangunan-bangunan peninggalan lainnya yang menyimpan banyak catatan sejarah tetapi luput dari publikasi? Barangkali masyarakat banyak yang tidak mengetahui dan mengenal bangunan rumah peninggalan keluarga Ursone dan Hotel Montagne di Lembang, atau Hotel Berglust di Cimahi, juga sejumlah bangunan bersejarah lainnya yang banyak bertebaran tak hanya di Kota Bandung atau Cimahi.

Kabupaten/Kota lainnya pun pasti memiliki bangunan-bangunan bernilai sejarah yang jika ditelusuri, banyak menyimpan manfaat bagi ilmu pengetahuan. Informasi yang minim mengenai keberadaan bangunan-bangunan bersejarah turut memberi andil ketidaktahuan masyarakat. Buku-buku yang mengulas jejak keberadaan bangunan bersejarah pun masih sangat minim untuk mengatakan tak ada sama sekali. Setakat ini, baru Sudarsono Katam atau Haryoto Kunto yang konsen mengulas keberadaan bangunan-bangunan bersejarah melalui buku-buku hasil karyanya. Tak heran jika masyarakat tak begitu akrab akan keberadaan bangunan-bangunan peninggalan bersejarah. Masyarakat akan jauh lebih buta akan sejarah jika tak ada upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam mengenalkan sejarah.

Komunitas Sejarah 

Di tengah isu minimnya pengetahuan masyarakat akan bangunan heritage, dewasa ini banyak bermunculan komunitas-komunitas pencinta sejarah. Komunitas-komunitas itu mulai giat mengkampanyekan penyelamatan bangunan-bangunan heritage. Selain itu, kegiatan berupa edukasi terhadap sesama anggota terkait kesejarahan kerap dilakukan. Sebut saja misalnya komunitas Lembang Heritage, Tjimahi Heritage serta Gamboeng Vooruit & Co yang konsen terhadap kegiatan-kegiatan jelajah bangunan-bangunan heritage di sekitar Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Komunitas-komunitas pecinta sejarah tersebut seringkali mengadakan jelajah (trail) mengunjungi gedung-gedung yang dianggap bernialai sejarah. Dengan berbekal informasi dari buku atau sumber lainnya, mereka menjelajahi tempat-tempat yang banyak ditemui gedung-gedung tua peninggalan masa lalu.

Dalam kegiatannya, mereka saling bertukar informasi dengan sesama anggota. Hasil jelajah tersebut biasanya mereka tulis laporannya di blog masing-masing atau dibagi melalui akun media sosial. Tujuannya adalah agar masyarakat luas dapat mengetahui tempat-tempat yang banyak mengandung peninggalan bersejarah. Ketiga komunitas tersebut selalu secara bersama-sama mengadakan jelajah. Misalnya, Tjimahi Heritage mengadakan jelajah ke sejumlah tempat bersejarah di kawasan Cimahi seperti Gedung The Historic, Stasiun Kereta Api Cimahi, atau Hotel Berglust. Pesertanya tak hanya anggota Tjimahi Heritage, tetapi juga anggota Lembang Heritage dan Gamboeng Vooruit & Co. Begitu pun ketika Lembang Heritage mengadakan jelajah ke makam Junghuhn dan Klinik Malaria di Lembang, anggota Tjimahi Heritage dan Gamboeng Vooruit & Co ikut serta. Selain itu, komunitas lain yang tak ada kaitannya dengan sejarah juga masyarakat umum seringkali ikut serta.

Keberadaan komunitas-komunitas sejarah tersebut sedikit banyak memberikan peran kepada masyarakat dalam upaya memperkenalkan masyarakat pada gedung-gedung peninggalan sejarah. Selain itu, semangat untuk terus memelihara dan melestarikan keberadaan gedung-gedung itu terus tertanam. Namun, seringkali mereka mendapati kekecewaan manakala meliihat bangunan bersejarah yang kondisinya sudah rusak atau tidak terawat. Terlebih lagi ketika melihat gedung bersejarah yang sudah beralih fungsi menjadi pusat niaga.

Revitalisasi Heritage 

Banyaknya gedung-gedung tua peninggalan masa kolonial yang kondisinya tidak terawat atau beralih fungsi mengundang keprihatinan di kalangan anggota komunitas. Mereka berharap ada sebuah upaya atau gerakan dari pihak-pihak terkait untuk menyelamatkan aset sejarah tersebut.

Dalam hal ini perlu adanya sinergi antara pihak pemilik gedung dengan pemerintah daerah setempat untuk mencari solusi penyelamatan gedung-gedung bersejarah itu. Pemerintah daerah perlu membuat semacam aturan berupa perda terkait upaya merevitalisasi bangunan-bangunan yang masuk katagori heritage. Jangan sampai pemilik terakhir sebuah bangunan bersejarah menelantarkan keberadaan bangunan tersebut atau mengubah bentuk dan mengalihfungsikannya untuk kegiatan ekonomi. Kita tengok misalnya gedung bioskop Rio di kawasan alun-alun Cimahi yang kini telah beralih fungsi menjadi pusat perniagaan.

Karena tak ada payung hukum yang tegas terkait pengaturan keberadaan bangunan, maka pemilik bioskop tersebut dengan bebas mengalihfungsikannya menjadi pusat niaga. Kasus semacam ini banyak menimpa gedung-gedung heritage lainnya di wilayah-wilayah lain. Ini tentu saja sangat disayangkan. Jika suatu bangunan heritage tampak terbengkalai karena tidak terawat, sebaiknya pemerintah daerah mengambil alih gedung tersebut untuk dipulihkan kondisinya. Ini penting agar aset-aset bersejarah tersebut dapat dinikmati oleh generasi-generasi selanjutnya secara berkelanjutan. Jangan sampai generasi selanjutnya buta akan sejarah perjalanan negerinya. Ingat perkataan Bung Karno, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah!” karena suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah negerinya sendiri. Selamatkan bangunan bersejarah!

***

 Cimahi, 15 Juni 2016 

*Eddi Koben, pengelola warung nasi dan anggota komunitas Tjimahi Heritage.

No comments:

Post a Comment