Setiap kali
saya melintas jalan raya Cibeureum dari arah Bandung menuju Cimahi, tepat di
seberang SMAN 13 Cimindi, saya selalu menoleh ke arah rumah yang tertimbun
rapat pepohonan. Sebuah rumah tua yang wingit dan beraura mistis. Rumah itu
cukup besar bernuansa kolonial, khas rumah hunian para tuan tanah tempo dulu.
Rumah yang menyimpan pesona sekaligus angker, dengan atap langit-langit yang
menjulang tinggi. Enam buah pilar penyangga di depannya berdiri kokoh dan
sebuah balkon diatasnya menambah kesan anggun yang seakan-akan hendak
menunjukan wibawa pemiliknya.
Suatu hari
saya pernah memberanikan diri untuk masuk ke halaman rumah itu. Saya melangkah
perlahan memasuki pelataran rumah. Saya menengok ke kanan kiri, mengendap-endap
ragu dan memperhatikan sekeliling seperti maling. Saya berharap ada seseorang
di dekat situ, dengan maksud akan mengajaknya ngobrol atau sekedar bertanya-tanya
tentang rumah itu. Tetapi tak seorangpun saya temui disana. Sepi. Saya berusaha
mendekat hingga hampir memasuki teras. Namun saya urungkan untuk memasukinya
lebih jauh. Rumah itu tampak kosong dan tidak terawat. Tembok-tembok yang kusam
dan cat-catnya yang mengelupas. Saya mengitari pandangan ke sekililing,
sekaligus membayangkan suasana rumah itu disuatu lini masa yang lampau ketika
zaman tengah menjadi milik si empunya rumah. Tidak banyak yang saya perbuat
kecuali mengambil foto beberapa bagian sudut rumah itu. Meskipun siang hari dan
lokasi rumah itu tepat berada dipinggir jalan raya yang riuh oleh bising
kendaraan, saya merasa seperti disergap kesunyian yang asing. Semacam ketakutan
yang ganjil.
|
Bagian depan (foto: Iwan Hermawan)
|
***
Rumah
tua itu berada di daerah Kebon Kopi, dipinggir jalan raya Cibeureum,
Cimahi. Letak rumah itu agak menjorok 100 meter ke dalam dari sisi jalan raya.
Sejak dijadikan lokasi perusahaan taksi, sebidang lahan di depan dan samping
sebelah kiri rumah itu kini menjadi terang dan lapang. Jalan masuk menuju rumah
itupun sekarang sudah dipasang paving
block. Sebelumnya kondisi disekitar rumah itu sangat sepi dan tertutup oleh
rimbunnya pepohonan dan semak-semak, sehingga kesan suram dan angker sangat
terasa di rumah itu. Saya mendapatkan kesempatan langka untuk menelusuri detail
rumah itu ketika mengikuti acara "Jelajah Kebon Kopi" bersama
komunitas Tjimahi Heritage, Minggu 31 Januari 2016.
Rumah itu memiliki struktur bangunan
yang unik dengan desain yang sangat khas. Ciri arsitektur kolonial sangat
kental melekat pada rumah ini. Rumah bergaya indisch stijl ini memiliki teras depan yang luas dan tinggi. Hal
itu ditandai dengan halaman teras yang ditopang oleh enam batang pilar doric yang tinggi dan kokoh dengan
dekorasi artistik di setiap pilarnya. Bagian atas rumah ini dikelilingi
“cornice” dengan hiasan kuncup-kuncup berbentuk ghada yang unik dan berjejer
pilar-pilar kecil seperti pagar simetris terbuat dari tembok. Bagian cornice didepannya dihiasi ornamen
bunga-bunga melati. Kanopi yang terbuat dari seng yang ditopang enam siku besi
yang meliuk-liuk selain menimbulkan kesan artistik, kanopi itu berfungsi untuk
menahan tetesan air hujan agar tidak langsung jatuh mengenai teras. Di samping
kiri kanan teras depan rumah ada terdapat dua gapura berpintu kayu dengan
masing-masing diberi hiasan aksen berbentuk dua telapak tangan yang menjuntai
ke bawah.
|
Atap balkon (foto: Iwan Hermawan) |
Kesan kokoh dan anggun dari rumah ini
dilihat dari tiga pintu utama yang tinggi dan lebar. Di atasnya masih terdapat
ventilasi yang terbuat dari ukiran besi dengan detail yang rumit dan klasik.
Apabila ketiga pintu itu dibuka lebar-lebar, bagian dalam rumah ini akan
mendapatkan cahaya dan udara yang melimpah. Jendela-jendela kayu yang masih
kokoh terpasang disamping, berderet hingga ke belakang rumah. Di dalam rumah
ini terdiri dari beberapa kamar dan ruangan-ruangan yang dibatasi oleh semacam
lorong hingga ke belakang. Diatas tiap pintu-pintu kamarnya masih terdapat
arsiran ornamen berbentuk tangan. Di bagian belakang rumah ada semacam ruang
terbuka dan ditengahnya terdapat sebuah sumur.
Rumah besar dan tua terkesan angker dan
tidak terawat karena lama dibiarkan kosong tak berpenghuni ini sangat terlihat
dari lantainya yang kusam dan berdebu. Beberapa bagian dindingnya sudah
mengelupas, warnanya sudah memudar. Plafon dan langit-langitnya ada sudah
jebol, bahkan ada bagian langit-langit yang terbuat dari bilik bambu mesti
ditopang oleh sebatang bambu. Kesan kuno dan menyeramkan dari rumah ini adalah
dengan pintu dan jendelanya yang tertutup rapat. Teralis jendela dan engsel
besinya sudah banyak yang berkarat, sehingga menimbulkan bunyi berderit jika
daun jendela itu dibuka. Rumput ilalang dan semak belukar tumbuh di dalam rumah
pada sebidang lahan yang dibiarkan kosong.
***
|
Ornamen di tangga teras (foto: Iwan Hermawan) |
Lahan di Rumah Tua ini sangat
luas. Disamping kiri terdapat halaman kebun yang ditumbuhi pepohonan dan tumbuhan
merambat, lebih menyerupai semak belukar yang tak terawat. Di bagian belakang
rumah, juga masih ada beberapa bangunan-bangunan berupa petak-petak ruang yang
entah difungsikan sebagai apa. Barangkali sebagai kamar-kamar para pekerja atau
semacam gudang. Kondisinya pun tak kalah suram. Terbengkalai begitu saja, tanpa
atap. Seperti sisa-sisa bangunan yang pernah terkena musibah kebakaran. Didalam
ruangan-ruangan itupun sudah ditumbuhi pohon-pohon dan tanaman dengan
sulur-sulur yang menjulur.
Tak
sampai disitu, dipojok belakang terdapat jalan kecil menyerupai lorong. Di
ujung lorong jalan yang dibatasi oleh tembok menyerupai benteng, terhampar
areal pemakaman. Makam-makam keluarga pemilik atau leluhur keluarga pemilik
rumah tua itu dimakamkan disini. Makam-makamnya terbuat dari lapisan batu dan
marmer. Sepintas tampak seperti makam-makam pada umumnya. Tak ada tanda-tanda
pemakaman seperti kuburan Belanda.
|
Ornamen dinding (foto: Iwan Hermawan) |
|
Hiasan pada dinding dalam (foto: Iwan Hermawan) |
|
Pintu samping (foto: Iwan Hermawan) |
|
Gagang kunci pintu (foto: Iwan Hermawan) |
|
|
|
Tempat parkir taksi |
|
Halaman belakang |
|
Bangunan di belakang |
|
Di ruang tengah |
|
Samping rumah |
|
Di dalam rumah bagian dapur |
|
Sumur |
|
Ruang terbuka bagian belakang |
|
rumput liar tumbuh |
|
Halaman belakang |
|
Halaman samping |
|
Pohon tumbuh di dalam ruangan |
|
Tertutup tumbuhan liar |
|
Jalan setapak menuju makam |
|
Jendela samping |
|
Tangga teras |
|
Belakang rumah |
|
Tjimahi Heritage, "Jelajah Kebon Kopi" |
|
Di halaman depan |
|
Bagian samping |
|
Ornamen telapak tangan |
|
Teras |
|
Lantai |
|
Jendela besi kamar |
|
Lorong ruangan dalam |
|
Pintu belakang |
|
Samping kiri belakang rumah |
|
Nisan Wangsadikrama |
|
Nisan Rd. Hanapi Wangsadikrama |
|
Pemakaman |
No comments:
Post a Comment