Foto & Teks: Mas Wid
Lokasinya di Jalan SMP Kota Cimahi. Ini rumah makan baru yang belum ada namanya. Jadi saya sebut saja WARUNG CINTA. Kenapa saya namakan warung Cinta? Karena Ibu Masnauli mengelola warungnya dengan penuh Cinta. Perabot-perabot tua yang eksotis disusun dan ditata dengan hati-hati. Kelihatannya setiap hari dilap dan dibersihkan juga dengan cinta. Yang paling mengesankan adalah cara beliau menerima tamu. Saya baru pertama kali berkunjung kesitu, tapi saya tidak merasa seperti sedang berada di restoran atau kafe, saya merasa seperti sedang berkunjung ke rumah saudara. Ibu Masnauli duduk satu meja menemani saya makan, lalu kami pun terlibat dalam obrolan yang mengasyikkan. Mulai dari cara mendidik anak, kenangan tentang almarhum ibunda, cara mengobati sakit jantung sampai cerita tentang koleksi perabotan kuno yang berjejer rapi di ruangan itu.
Lokasinya di Jalan SMP Kota Cimahi. Ini rumah makan baru yang belum ada namanya. Jadi saya sebut saja WARUNG CINTA. Kenapa saya namakan warung Cinta? Karena Ibu Masnauli mengelola warungnya dengan penuh Cinta. Perabot-perabot tua yang eksotis disusun dan ditata dengan hati-hati. Kelihatannya setiap hari dilap dan dibersihkan juga dengan cinta. Yang paling mengesankan adalah cara beliau menerima tamu. Saya baru pertama kali berkunjung kesitu, tapi saya tidak merasa seperti sedang berada di restoran atau kafe, saya merasa seperti sedang berkunjung ke rumah saudara. Ibu Masnauli duduk satu meja menemani saya makan, lalu kami pun terlibat dalam obrolan yang mengasyikkan. Mulai dari cara mendidik anak, kenangan tentang almarhum ibunda, cara mengobati sakit jantung sampai cerita tentang koleksi perabotan kuno yang berjejer rapi di ruangan itu.
Beliau adalah contoh orang
yang sudah selesai dengan dirinya. Anak-anak sudah dewasa dan bekerja,
di rumah sebesar itu Ibu Masnauli hanya tinggal berdua dengan suaminya.
Saya melihat rumah makan ini tidak dibuat dengan semangat menyala-nyala
untuk cari duit melainkan lebih untuk menyalurkan rasa seni kuliner dan
kecintaan pada kehidupan. Bukankah bisnis tiada lain adalah upaya untuk
berbagi kebahagiaan pada sesama ? Apabila niat kita dalam berbisnis
adalah untuk membahagiakan sesama, maka percayalah segala sesuatu akan
menjadi indah pada waktunya.
Berkunjung ke Warung Cinta membuat saya semakin yakin, bahwa membuka restoran bukan sekedar urusan makan dan minum, melainkan sebuah upaya berkesenian untuk menghadirkan suasana dan rasa yang berbeda, yang dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang hilang dari genggaman kita. Makanannya? Terus terang enak dan murah. Pas di lidah pas juga di dompet. Sayang sekali perut dan lidah seringkali tidak kompak. Lidah masih ingin bergoyang tapi perut sudah tidak sanggup menampung sehingga saya terpaksa menunda beberapa pilihan menu untuk kunjungan berikutnya.
Pilihan menu yang ada semuanya khas Indonesia, tidak ada nama-nama asing seperti sausage, bratswust atau burger. Yang ada cuma tempe mendoan, tahu isi, ayam penyet dan makanan-makanan lokal lainnya. Sekalipun Ibu Masnauli pernah tinggal di luar negeri cukup lama, tetapi fanatisme dan kecintaan terhadap kuliner Nusantara ternyata tidak menjadi pudar.
Di sore yang redup dan gerimis, saya dan istri duduk di teras menikmati hidangan sambil membayangkan barangkali beginilah rasanya menjadi orang pensiunan. Santai dan rileks seolah-olah tidak ada lagi yang perlu dikejar dalam kehidupan ini. Dari piano di sudut ruangan mengalun lagu klasik seolah-olah membawa kita pada suatu masa lalu yang jauh. Saya tidak berani berjanji tapi suatu saat kelak saya pasti akan berkunjung lagi kesini.
Berkunjung ke Warung Cinta membuat saya semakin yakin, bahwa membuka restoran bukan sekedar urusan makan dan minum, melainkan sebuah upaya berkesenian untuk menghadirkan suasana dan rasa yang berbeda, yang dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang hilang dari genggaman kita. Makanannya? Terus terang enak dan murah. Pas di lidah pas juga di dompet. Sayang sekali perut dan lidah seringkali tidak kompak. Lidah masih ingin bergoyang tapi perut sudah tidak sanggup menampung sehingga saya terpaksa menunda beberapa pilihan menu untuk kunjungan berikutnya.
Pilihan menu yang ada semuanya khas Indonesia, tidak ada nama-nama asing seperti sausage, bratswust atau burger. Yang ada cuma tempe mendoan, tahu isi, ayam penyet dan makanan-makanan lokal lainnya. Sekalipun Ibu Masnauli pernah tinggal di luar negeri cukup lama, tetapi fanatisme dan kecintaan terhadap kuliner Nusantara ternyata tidak menjadi pudar.
Di sore yang redup dan gerimis, saya dan istri duduk di teras menikmati hidangan sambil membayangkan barangkali beginilah rasanya menjadi orang pensiunan. Santai dan rileks seolah-olah tidak ada lagi yang perlu dikejar dalam kehidupan ini. Dari piano di sudut ruangan mengalun lagu klasik seolah-olah membawa kita pada suatu masa lalu yang jauh. Saya tidak berani berjanji tapi suatu saat kelak saya pasti akan berkunjung lagi kesini.
naahh di situh mah makannya plus plus. perut kenyang, dapet ilmu, pengalaman baru, wawasan baru. komplet deh hehehe...
ReplyDeleteIya teh, tempatnya asik makanannya enak. Harganya terjangkau. sedap..
Delete