Gedung Rio Theatre |
Tak ada lagi poster-poster film
ukuran raksasa yang menggoda mata terpasang di dinding bioskop. Tak ada lagi
antrian dimuka loket demi selembar karcis masuk. Tak ada lagi bangku-bangku
kayu yang keras bersaf-saf memanjang memenuhi seruang gedung bioskop. Tak ada
lagi tercium bau pesing di toilet bioskop yang kondisinya memang apa adanya.
Tak ada lagi suitan-suitan heboh ketika beberapa adegan panas terpampang di
layar. Tak ada lagi sensasi berdebar ketika lampu penerang utama mulai
dipadamkan tanda film akan segera diputar. Tak ada lagi kegembiraan sederhana
di tiap penonton ketika film usai.
Gedung Rio yang menjadi pusat perdagangan handphone |
Ketiga bioskop itu kini sudah
tinggal nama. Yang tertinggal hanya bangunan gedung-gedungnya saja yang masih
tersisa. Karena dinilai sudah tidak bisa lagi memberikan keuntungan komersil,
maka gedung-gedung bioskop itu mulai berubah fungsi. Bioskop Harapan atau
Cimahi Mekar kini menjadi pusat perbelanjaan Ramayana, dan bioskop Rio Theater
menjadi pusat perdagangan telepon seluler.
Jangan bayangkan film-film yang
diputar di Rio Theatre itu adalah film-film canggih buatan Hollywood. Film-film
yang paling mendominasi dan sering diputar disana adalah film-film made in Indonesia, India dan film-film
cerita silat dari negeri Tiongkok. Sebut saja film Indonesia yang pernah
membuat saya terkagum-kagum dan senantiasa terbayang-bayang adalah Angling Darma, Saur Sepuh, Serigala Jalanan dan
Tutur Tinular. Saya masih bisa
membayangkan betapa girang dan sentosanya perasaan ini usai menonton film di
bioskop Rio Theatre
.
.
No comments:
Post a Comment