Situasi Cimahi sekitar bulan November 1945 sedang dalam peralihan dari pasukan pendudukan Jepang kepada pasukan Inggris Sekutu. Sesuai dengan tugas AFNEI diantaranya melucuti persenjataan pasukan Jepang dan memulangkan kembali ke negeri asalnya, tetapi pada pelaksanaannya hal itu tidak berjalan sempurna. Masih banyak pasukan Jepang yang bersenjata melakukan patroli antara Cimahi-Bandung. Hal ini sengaja digunakan oleh pasukan sekutu untuk membantu tugas-tugas mereka.
Saat itu ada dua buah truk berisi pasukan Jepang melintas di jalan Tagog. Sepulang patroli, dari arah Cibabat sesampainya di dekat jembatan Sukawargi, mereka memprovokasi pemuda-pemuda setempat yang sedang berada di sekitar jembatan dengan mengacung-acungkan senjatanya. Tentu saja hal ini tidak dapat diterima oleh para pemuda-pemuda yang saat itu sudah terbakar semangat revolusi, mengingat Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada waktu yang bersamaan, dari arah barat melintas satu regu Polisi Negara dengan tanda Polisi Istimewa dibawah pimpinan Ajun Inspektur Uto Subarkah. Mereka berpapasan. Tindakan provokatif pasukan Jepang yang menghina kemerdekaan Indonesia itu berbuah tembakan. Maka terjadilah pertempuran jarak dekat. Anggota Polisi Negara segera berlindung di samping rumah-rumah sekitar Sukawargi dipinggir jalan bersama dengan pemuda-pemuda yang ternyata diketahui adalah anggota dari pasukan TKR Kesatuan Uyo yang bermarkas di Kandang Uncal. Sedangkan komandan regu, yaitu Sudarya bersama dua orang anggota lainnya menyeberang jalan dan masuk ke sebuah gang di Leuwigoong.
Pertempuran sengit terjadi. Pasukan Jepang di dalam truk di tengah jalan berpapasan dengan pejuang di sisi jalan dekat jembatan Tagog. Dua orang serdadu Jepang ditembak oleh Semiran, seorang anggota Polisi Negara yang merupakan seorang penembak jitu. Sedangkan satu lagi terluka dan berlari ke arah gang menuju Leuwigoong yang langsung dengan mudah disergap oleh tiga anggota TKR. Serdadu Jepang itu akhirnya tewas di tempat. Selama pertempuran berlangsung, bantuan pun datang dari Barisan Banteng Republik Indonesia cabang Cimahi. Pasukan Banteng Cimahi pimpinan Ayi Darma itu berdatangan dari markasnya yang berada di Kandang Uncal. Walau pun hanya bersenjatakan golok dan ketapel, tetapi kehadiran mereka mampu mendukung pasukan tempur lainnya. Akibat terdesak, pasukan Jepang melarikan diri dengan sebuah truk menuju markasnya di Kampemen straat (sekarang komplek Pusdikbekang). Sedangkan sebuah truk lainnya ditinggalkan. Truk itu kemudian dibawa ke Citeureup. Sementara senjata-senjata hasil rampasan Jepang itu seterusnya dibagi-bagikan.
Tiga jenazah pasukan Jepang itu kemudian dikuburkan di pinggir kali, dekat jembatan. Tetapi karena proses penguburan tiga jenazah tentara Jepang itu dilakukan secara terburu-buru, salah satu kaki tentara Jepang itu masih tersembul. Makam darurat itu kemudian ditinggalkan. Besoknya pasukan Jepang yang dibantu pasukan Sekutu menuju lokasi bekas pertempuran di Tagog dan menemukan makam tersebut. Ketiga jenazah tentara Jepang itu kemudian dibawa ke markas mereka di Kampemenstraat.
***
*) Sumber: Buku PRAHARA CIMAHI PELAKU DAN PERISTIWA (30 Oktober 1945 – 28 Maret 1946) karya S.M Arief yang dikisahkan kembali oleh Iwan Hermawan. Saya melakukan editing secukupnya.
No comments:
Post a Comment