Sebagaimana layaknya kota-kota
tradisional Jawa, alun-alun merupakan denyut jantung kehidupan manusia penghuni
kota dan kota itu sendiri. Sebagai ciri kekuasaan pemerintahan feodal,
alun-alun biasanya berada di tengah-tengah pusat kota pedalaman. Dalam susunan
masyarakat atau pemerintahan feodal, alun-alun secara fisik dapat berupa
lapangan luas yang berada tepat di muka suatu pendopo, Balai Agung atau istana
raja. Dan yang menempati tempat-tempat tersebut adalah mereka yang menguasai
suatu sistem pemerintahan feodal seperti
raja, bupati atau wedana.
Ciri-ciri fisik lainnya sebagai
penanda sebuah alun-alun tempo doeloe
adalah dengan adanya pohon-pohon beringin yang berada tepat di mulut jalan, di
pojok-pojok lapangan atau samping bangunan-bangunan pemerintahan. Selain
bertujuan untuk menambah wibawa sebuah pendopo atau bangunan pemerintah feodal,
juga secara estetika alun-alun akan terlihat lebih anggun dan menyimpan aura.
Alun-alun di Tatar Priangan yang memang dikondisikan sebagai titik pusat
pemerintahan feodal yang mengatur administrasi tentu berbeda sifat dan
fungsinya dengan alun-alun Bandar
Pelabuhan yang bertujuan sebagai pusat perdagangan. Maka alun-alun di Priangan berfungsi sebagai
sebuah ruang publik tempat berinteraksinya segala lapisan masyarakat.
Bagaimana dengan Alun-alun Cimahi?
Berbeda dari kebiasaan lokasi pendopo atau istana raja di Jawa yang menghadap
utara sebagai simbol penghormatan kepada gunung-gunung tempat bertahtanya para
dewa, kantor administrasi Cimahi justru menghadap ke arah selatan. Dengan kata
lain, posisinya membelakangi Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu.
Jika dikatakan alun-alun sebagai penanda sebuah kekuasaan administrasi, paling
tidak Alun-alun Cimahi memang mendekati definisi alun-alun seperti yang dikatakan
Prof. Van Romondt sebagai ciri suatu pemerintahan kota.
Jika dilihat dari estetika tata
letak sebuah perkantoran pemerintahan, lokasi perkantoran dan alun-alun Cimahi
sungguh tak beraturan. Sebelum kantor pusat pemerintahan Cimahi berpindah,
semula kantor itu berada tepat di titik pusat keramaian menghadap arah jalan
raya Cimahi. Di depan kantor terdapat sebuah lapangan atau taman kota yang
berada persis di halaman depan Masjid Agung Cimahi. Tepat di belakang ada
terdapat bangunan Sekolah Dasar (SD XIII Cimahi) yang dinaungi sebuah pohon
karet besar tepat di halaman sekolah. Di samping kiri perkantoran ada sebuah
mall Ramayana Department Store. Pada tahun 90an, bangunan yang sekarang menjadi
mall Ramayana itu adalah sebuah bioskop Cimek atau Cimahi Mekar yang menghadap
selatan. Tidak jauh dari bioskop Cimahi Mekar atau mall Ramayana, masih
terdapat sebuah bangunan bioskop Rio yang kini sudah berubah fungsi menjadi
pusat perdagangan elektronik.Tepat di sisi jalan raya Cimahi tedapat sebuah
toko buku Pustaka Nasution. Jika dilihat bentuk arsitekturnya, toko ini sangat
menarik dan unik. Tapi karena posisinya yang tidak strategis dan membelakangi
kantor pemerintahan sebagai simbol kekuasaan, maka keberadaan toko Pustaka
Nasution ini terkesan sangat mengganggu kepantasan.
Kesemrawutan tata ruang alun-alun
Cimahi semakin dipersempit dengan tumpahnya para pedagang kaki lima yang hampir
memenuhi sepanjang alun-alun. Belum lagi parkir-parkir kendaraan yang semakin
mempersempit ruang gerak, bahkan untuk sekedar berjalan-jalan santai di
seputaran kota Cimahi sepertinya terpaksa harus berjalan-jalan dengan
tergesa-gesa. Wajah alun-alun Cimahi yang tampak kumuh dan kusam. Hal ini
tentunya karena akibat keterbatasan lahan dan kecakapan perancang tata kota
Cimahi dalam merancang master plan
kota agar alun-alun Cimahi menjadi sebuah ruang publik yang nyaman.